Kajian Sejarah dan Falsafah Silek Minangkabau
Silat Minangkabau atau lebih dikenal dengan “Silek Minang” adalah salah satu kebudayaan khas yang diwariskan oleh nenek moyang Minangkabau sejak mendiami bumi minangkabau pada zaman dahulu.
Kajian sejarah silek memang rumit karena diterima dari mulut ke mulut,
pernah seorang guru diwawancarai bahwa dia sama sekali tidak tahu siapa
kakek gurunya. Bukti tertulis kebanyakan tidak ada. Seorang Tuo Silek
(Guru Silat) dari Pauah, Kota Padang, cuma mengatakan bahwa dahulu silat
ini diwariskan dari seorang kusir bendi (Delman) dari Limau Kapeh ,
Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Seorang guru silek dari Sijunjung,
Sumatera Barat mengatakan bahwa ilmu silat yang dia dapatkan berasal
dari Lintau. Ada lagi Tuo Silek yang dikenal dengan nama Angku Budua
mengatakan bahwa silat ini beliau peroleh dari Koto Anau, Kabupaten
Solok. Daerah Koto Anau, Pesisir Selatan, Pauah (Pauh) atau Lintau pada
masa lalunya adalah daerah penting di wilayah Minangkabau. Daerah Solok
misalnya adalah daerah pertahanan Minangkabau menghadapi serangan musuh
dari darat, sedangkan daerah Pesisir adalah daerah pertahanan menghadapi
serangan musuh dari laut. Tidak terlalu banyak guru-guru silek yang
bisa menyebutkan ranji atau silsilah guru-guru mereka secara lengkap.
Kita akan mencoba menelusuri jejak – jejak sejarah silat minangkabau
dari Tambo Alam Minangkabau (Buku Sejarah Minangkabau) yang penuh
berisikan kiasan berupa petatah, petitih ataupun mamang adat, dan
menurut Tambo Alam Minangkabau ternyata Silat Minang dikembangkan oleh
salah seorang penasehat Sultan Sri Maharaja Diraja yang bernama “Datuk
Suri Diraja”, biasa dipanggil dengan nama “Ninik Datuk Suri Diraja” oleh
orang - orang minang saat ini.
Sultan Sri Maharaja Diraja, adalah seorang raja di Kerajaan Pariangan .
di sebuah nagari yang pertama dibangun di kaki gunung merapi bagian
Tenggara pada abad XII ( tahun 1119 M ). dan Ninik Datuk Suri Diraja ,
adalah orang tua yang banyak dan dalam ilmunya di berbagai bidang
kehidupan sosial. Beliau dikatakan juga sebagai seorang ahli filsafat
dan negarawan kerajaan di masa itu, serta pertama kalinya membangun
dasar-dasar adat Minangkabau; yang kemudian disempurnakan oleh Datuk Nan
Baduo, yang dikenal dengan gelar Datuk Ketumanggungan dan Datuk
Perpatih Nan Sebatang.
Ninik Datuk Suri Diraja itulah yang menciptakan bermacam-macam kesenian
dan alat-alatnya, seperti pencak, tari-tarian yang diangkatkan dari
gerak-gerak silat serta membuat talempong, gong, gendang, serunai,
harbah, kecapi, dll ( I.Dt.Sangguno Dirajo, 1919:18)
Sebagai catatan disini, mengenai kebenaran isi Tambo yang dikatakan
orang mengandung 2% fakta dan 98 % mitologi hendaklah diikuti juga
uraian Drs.MID.Jamal dalam bukunya : “Menyigi Tambo Alam Minangkabau”
(Studi perbandingan sejarah) halaman 10.
Ninik Datuk Suri Diraja (dialek: Niniek Datuek Suri Dirajo) sebagai
salah seorang Cendekiawan yang dikatakan “lubuk akal, lautan budi” ,
tempat orang berguru dan bertanya di masa itu; bahkan juga guru dari
Sultan Sri Maharaja Diraja. (I.Dt. Sangguno Durajo, 1919:22).
Beliau itu jugalah yang menciptakan bermacam-macam cara berpakaian,
seperti bermanik pada leher dan gelang pada kaki dan tangan serta
berhias, bergombak satu,empat, dsb.
Ninik Datuk Suri Dirajo (1097-1198) itupun, sebagai kakak ipar (“Mamak
Rumah”) dari Sultan Sri Maharaja Diraja ( 1101-1149 ), karena adik
beliau menjadi isteri pertama (Parama-Iswari) dari Raja Minangkabau tsb.
Oleh karena itu pula beliau adalah “Mamak kandung” dari Datuk Nan
Baduo.
Pengawal-pengawal Sultan Sri Maharaja Diraja yang bernama Kucieng Siam,
Harimau Campo, Kambieng Utan, dan Anjieng Mualim menerima warisan ilmu
silat sebahagian besarnya dari Ninik Datuk Dirajo; meskipun kepandaian
silat pusaka yang mereka miliki dari negeri asal masing-masing sudah ada
juga. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa keempat pengawal kerajaan itu
pada mulanya berasal dari berbagai kawasan yang berada di sekitar Tanah
Basa ( Tanah Asal) , yaitu di sekitar lembah Hindustan dahulunya.
Mereka merupakan keturunan dari pengawal-pengawal nenek moyang yang
mula-mula sekali menjejakkan kaki di kaki gunung Merapi. Nenek moyang
yang pertama itu bernama “Dapunta Hyang”. ( Mid.Jamal, 1984:35).
Kucieng Siam, seorang pengawal yang berasal dari kawasan Kucin-Cina
(Siam), Harimau Campo, seorang pengawal yang gagah perkasa, terambil
dari kawasan Campa , Kambieng Utan , seorang pengawal yang berasal dari
kawasan Kamboja, dan Anjieng Mualim, seorang pengawal yang datang dari
Persia/Gujarat.
Sehubungan dengan itu, kedudukan atau jabatan pengawalan sudah ada sejak
nenek moyang suku Minangkabau bermukim di daerah sekitar gunung Merapi
di zaman purba; sekurang-kurangnya dalam abad pertama setelah timbulnya
kerajaan Melayu di Sumatera Barat.
Pemberitaan tentang kehadiran nenek moyang (Dapunta Hyang) dimaksud
telah dipublikasikan dalam prasasti “Kedudukan Bukit” tahun 683 M, yang
dikaitkan dengan keberangkatan Dapunta Hyang dengan balatentaranya dari
gunung Merapi melalui Muara Kampar atau Minang Tamwan ke Pulau Punjung /
Sungai Dareh untuk mendirikan sebuah kerajaan yang memenuhi niat
perjalanan suci. Dengan maksud untuk menyebarkan agama Budha. Di dalam
perjalanan suci yang ditulis/ dikatakan dalam bahasa Melayu Kuno pada
prasasti tsb dengan perkataan : ” Manalap Sidhayatra” (Bakar
Hatta,1983:20), terkandung juga niat memenuhi persyaratan mendirikan
kerajaan dengan memperhitungkan faktor-faktor strategi militer, politik
dan ekonomi. Kedudukan kerajaan itupun tidak bertentangan dengan
kehendak kepercayaan/agama, karena di tepi Batanghari ditemukan sebuah
tempat yang memenuhi persyaratan pula untuk memuja atau mengadakan
persembahan kepada para dewata. Tempat itu, sebuah pulau yang dialiri
sungai besar, yang merupakan pertemuan dua sungai yang dapat pula
dinamakan “Minanga Tamwan” atau “Minanga Kabwa”.
Akhirnya pulau tempat bersemayam Dapunta Hyang yang menghadap ke Gunung
Merapi (pengganti Mahameru yaitu Himalaya) itu dinamakan Pulau Punjung
(asal kata: pujeu artinya puja). Sedangkan kerajaan yang didirikan itu
disebut dengan kerajaan Minanga Kabwa dibaca: Minangkabaw.
Asal usul Silat Minangkabau
Minangkabau secara resmi sebagai sebuah kerajaan pertama dinyatakan
terbentuknya dan berkedudukan di Pariangan, yakni di lereng Tenggara
gunung Merapi.
Di Pariangan itulah dibentuk dan berkembangnya kepribadian suku
Minangkabau. Pada hakikatnya kebudayaan Minangkabau bertumbuhnya di
Pariangan; bukan di Pulau Punjung dan bukan pula di daerah sekitar
sungai Kampar Kiri dan Kampar kanan.
Bila orang mengatakan Tambo Minangkabau itu isinya dongeng itu adalah
hak mereka, meski kita tidak sependapat. Suatu dongeng, merupakan
cerita-cerita kosong. akan tetapi jika dikatakan Tambo Minangkabau itu
Mitologis, hal itu sangat beralasan, karena masih berada dalam
lingkungan ilmu, yaitu terdapatnya kata “Logy”. Hanya saja pembuktian
mitology berdasarkan keyakinan, yang dapat dipahami oleh mereka yang
ahli pula dalam bidang ilmu tersebut. Ilmu tentang mitos memang dewasa
ini sudah ditinggalkan, karena banyak obyeknya bukan material; melainkan
“Spritual atau kebatinan”. walaupun demikian, setiap orang tentu
mempunyai alat ukur dan penilai suatu “kebenaran” , sesuai dengan
keyakinan masing-masing. Apakah sesuatu yang dimilikinya ditetapkan
secara obyektif, misalnya ilmu sejarah dengan segala benda-benda sebagai
bukti yang obyektif dan benar; sudah barang tentu pula mitologi juga
mempunyai bukti-bukti yang obyektif bagi yang mampu melihatnya.
Bukti-bukti sejarah dapat diamati oleh mata lahir, sedangkan mitologi
dapat diawasi oleh mata batin. Contoh: Pelangi dapat dilihat oleh mata
lahir, sedangkan sinar aureel hanya bisa dilihat oleh mata batin.
demikian juga bakteri yang sekecil-kecilnya dapat dilihat oleh mata
lahir melalui mikroskop, akan tetapi “teluh” tidak dapat dilihat
sekalipun dengan mikroskop; hanya dapat dilihat oleh mata batin melalui
“makrifat”.
Karenanya mengukur dan menilai Tambo tidak akan pernah ditimbang dengan
ilmu sejarah dan tak akan pula pernah tercapai. Justeru karena itu
mengukur Tambo dan sekaligus menilainya hanya dengan alat yang
tersendiri pula, yaitu dengan keyakinan yang berdasarkan kenyataan yang
tidak dapat didustakan oleh setiap pendukung kebudayaan Minangkabau.
Dalam hubungan ini diyakini, bahwa para pengawal kerajaan sebagaimana
halnya raja itu sendiri, yang kehadirannya sebagai keturunan dari
keluarga istana kerajaan Minangkabau di Pulau Punjung/Sungai Dareh.
Kedatangan mereka ke Pariangan setelah kerajaan itu mengalami
perpecahan, yaitu terjadinya revolusi istana dengan terbunuhnya nenek
moyang mereka, bernama Raja Indrawarman tahun 730 M, karena campur
tangan politik Cina T`ang yang menganut agama Budha. Raja Indrawarman
yang menggantikan ayahanda Sri Maharaja Lokita Warman (718 M) “sudah
menganut agama Islam”. Dan hal itu menyebabkan Cina T`ang merasa
dirugikan oleh “hubungan Raja Minangkabau dengan Bani Umayyah”
(MID.Jamal, 1984:60-61). Karena itu keturunan para pengawal kerajaan
Minangkabau dari Pariangan tidak lagi secara murni mewarisi silat yang
terbawa dari sumber asal semula, akan tetapi merupakan kepandaian pusaka
turun temurun. Ilmu silat itu sudah mengalami adaptasi mutlak dengan
lingkungan alam Minangkabau. Apalagi sebahagian besar pengaruh ajaran
Ninik Datuk Suri Diraja yang mengajarkan silat kepada keturunan para
pengawal tersebut mengakibatkan timbulnya perpaduan antara silat-silat
pusaka yang mereka terima dari nenek moyang masing-masing dengan ilmu
silat ciptaan Ninik Datuk Suri Dirajo. Dengan perkataan lain, meskipun
setiap pengawal , misalnya “Kucieng Siam” memiliki ilmu silat Siam yang
diterima sebagai warisan, setelah kemudian mempelajari ilmu silat Ninik
Datuk Suri Diraja. maka akhirnya ilmu silat Kucieng Siam berbentuk
paduan atau merupakan hasil pengolahan silat, yang bentuknya pun jadi
baru. Begitu pula bagi diri pengawal-pengawal lain; semuanya merupakan
hasil ajaran Ninik Datuk Suri Diraja.
Ninik Datuk Suri Diraja telah memformulasi dan menyeragamkan ilmu silat
yang berisikan sistem, metode dll bagi silat Minang, yaitu ” Langkah
Tigo ” , ” Langkah Ampek ” , dan ” Langkah Sembilan “. Beliau tidak
hanya mengajarkan ilmu silat yang berbentuk lahiriyah saja, melainkan
ilmu silat yang bersifat batiniyah pun diturunkan kepada murid-murid,
agar mutu silat mempunyai bobot yang dikehendaki dan tambahan lagi
setiap pengawal akan menjadi seorang yang sakti mendraguna, dan
berwibawa.
Dalam Tambo dinyatakan juga, bahwa Ninik Datuk Suridiraja memiliki juga
“kepandaian batiniyah yang disebut Gayueng”. (I.Dt Sangguno Dirajo,
1919:22)
1. Gayueng Lahir , yaitu suatu ilmu silat untuk dipakai menyerang lawan
dengan menggunakan empu jari kaki dengan tiga macam sasaran :
a. Di sekitar leher, yaitu jakun/halkum dan tenggorokan.
b. Di sekitar lipatan perut, yaitu hulu hati dan pusar.
c. Di sekitar selangkang, yaitu kemaluan
Ketiga sasaran empuk itu dinamakan sasaran ” Sajangka dua jari ” .
2. Gayueng angin, yakni menyerang lawan dengan menggunakan tenaga batin
melalui cara bersalaman, jentikan atau senggolan telunjuk. sasarannya
ialah jeroan yang terdiri atas rangkai jantung, rangkai hati, dan
rangkai limpa.
Ilmu Gayueng yang dimiliki Ninik Datuk Suri Diraja yang disebut
“Gayueng” dalam Tambo itu ialah Gayueng jenis yang kedua, yaitu gayueng
angin. Kepandaian silat dengan gayueng angin itu tanpa menggunakan
peralatan. Jika penggunaan tenaga batin itu dengan memakai peralatan,
maka ada bermacam jenisnya, yaitu :
1. Juhueng, yang di Jawa disebut sebagai Teluh, dengan alat2 semacam paku dan jarum, pisau kecil dll.
2. Parmayo, benda2 pipih dari besi yang mudah dilayangkan.
3. Sewai, sejenis boneka yang ditikam berulangkali
4. Tinggam, seperti Sewai juga, tetapi alat tikamnya dibenamkan pada boneka
Kepandaian Silat menggunakan tenaga batin yang sudah disebutkan diatas,
sampai sekarang masih disimpan oleh kalangan pesilat; terutama
pesilat-pesilat tua. Ilmu tersebut disebut sebagai istilah ” PANARUHAN ”
atau simpanan. Karena ilmu silat sebagai ilmu beladiri dan seni adalah
ciptaan Ninik Datuk Suri Diraja, maka bila dipelajari harus menurut tata
cara adat yang berlaku di medan persilatan. tata cara adat yang berlaku
itu disebutkan dalam pepatah Minang : ” Syarat-syarat yang
dipaturun-panaikan manuruik alue jo patuik” diberikan kepada Sang Guru.
PENYEBARAN SILAT MINANGKABAU
Dimasa itu terkenal empat angkatan barisan pertahanan dan keamanan di
bawah pimpinan Kucieng Siam, Harimau Campo, Kambieng Hutan, dan Anjieng
Mualim; ke empatnya merupakan murid-murid Ninik Datuk Suri Dirajo.
Sewaktu Datuk Nan Batigo membentuk Luhak Nan Tigo (1186 M ) dan membuka
tanah Rantau (mula-mula didirikan Kerajaan Sungai Pagu 1245 M, ketika
itu Raja Alam Pagaruyung, ialah Rum Pitualo, cicit dari Putri Jamilah
atau kemenakan cicit dari Datuk Ketumanggungan), maka para pemimpin
rombongan yang pindah membawa penduduk, adalah anggota pilihan dari
barisan pertahanan dan keamanan kerajaan.
1. Untuk rombongan ke Luhak Tanah Datar, pimpinan rombongan ialah anggota barisan Kucieng Siam.
2. Untuk rombongan ke Luhak Agam, dipimpin oleh barisan Harimau Campo.
3. Untuk rombongan ke Luhak Limapuluh-Payakumbuh, dipimpin oleh anggota barisan Kambieng Hutan.
4. Untuk rombongan ke Tanah Rantau dan Pesisir dipimpin oleh anggota barisan Anjieng Mualim.
Setiap angkatan/barisan atau pasukan telah memiliki ilmu silat yang
dibawa dari Pariangan. Dengan ilmu silat yang dimiliki masing-masing
angkatan, ditentukan fungsi dan tugas-tugasnya, pemberian dan penentuan
fungsi/tugas oleh Sultan Sri Maharaja Diraja berdasarkan ketentuan yang
telah diwariskan oleh nenek moyang di masa mendatangi Swarna Dwipa ini
dahulunya.
Fungsi dan tugas yang dipikul masing-masing rombongan itu diperjelas sbb:
1. Barisan pengawal kerajaan , Anjieng Mualim berfungsi sebagai penjaga keamanan
2. Barisan Perusak, Kambieng Hutan berfungsi sebagai destroyer atau zeni
3. Barisan Pemburu, Harimau Campo berfungsi sebagai Jaguar atau pemburu
4. Barisan Penyelamat, Kucieng Siam berfungsi sebagai anti huru-hara.
1. Aliran Silat Kucieng Siam:
Sekarang nama Kucieng Siam menjadi lambang daerah Luhak Tanah Datar….
Bentuk dan sifat silat negeri asal Kucin Cina-Siam :
peranan kaki (tendangan) menjadi ciri khasnya. Tangan berfungsi megalihkan perhatian lawan serta memperlemah daya tahan lawan.
2. Aliran Silat Harimau Campo:
Lambang Harimau Campo diberikan kepada Luhak Agam.
Bentuk dan sifat gerakannya:
ialah menyerupai seperti sifat harimau, keras, menyerang tanpa kesabaran
alias langsung menerkam. mengandalkan kekuatannya pada tangan.
3. Aliran silat Kambieng Hutan :
Luhak Limapuluh-Payokumbuh mendapatkan lambang tersebut.
Bentuk dan sifat gerakannya:
banyak menampilkan gerak tipu, selain menggunakan tangan juga disertai
dengan sundulan/dorongan menggunakan kepala dan kepitan kaki.
4. Aliran Silat Anjieng Mualim :
Diberikan kepada Tanah Rantau-Pesisir adalah daerah-daerah di sekitar
lembah-lembah sungai dan anak sungai dari pegunungan Bukit Barisan.
Bentuk dan sifat gerakannya:
a. Bentuk penyerangan dengan membuat lingkaran
b. Bentuk pertahanan dengan tetap berada dalam lingkaran.
bentuk-bentuk gerakan ini menimbulkan gerak-gerak yang menjurus kepada
empat penjuru angin, sehingga dinamakan jurus atau “langkah Empat”.
dari sinilah permulaan Langkah Ampek dibentuk oleh Ninik Datuk Suri Diraja.
Jadi silat Minang mempunyai dua macam persilatan yang menjadi inti yang khas:
Langkah Tigo ( Kucieng Siam ) dan Langkah Ampek ( Anjieng Mualim ).
kemudian selanjutnya langkah tersebut berkembang menjadi Langkah
Sembilan.
Langkah Sembilan selanjutnya tidak lagi disebut sebagai Silat, namun sudah berubah dengan nama Pencak (Mancak).
SILAT LANGKAH TIGO
Silat Langkah Tigo ( langkah tiga ) pada asalnya milik Kucieng Siam,
Harimau Campo, dan Kambieng Hutan; yang secara geografis berasal dari
daratan Asia Tenggara. Akan tetapi setelah berada di Minangkabau
disesuaikan dengan kepribadian yang diwarnai pandangan hidup, yaitu
agama Islam.
Di masa itu agama Islam belum lagi secara murni di amalkan, karena
pengaruh kepercayaan lama dan pelbagai filsafat yang dianut belum
terkikis habis dalam diri mereka.
Namun dalam ilmu silat pusaka yang berbentuk Langkah Tigo dan juga
dinamakan Silek Tuo, mulai disempurnakan dengan mengisikan pengkajian
faham dari berbagai aliran Islam.
Memperturunkan ilmu silat tidak boleh sembarangan. Faham Al Hulul /
Wihdatul Wujud memegang peranan, terutama dalam pengisian kebatinan (
silat batin ). Tarekat ( metode ) pendidikan Al Hallaj yang diwarnai
unsur-unsur filsafat pythagoras yang bersifat mistik menjadi pegangan
bagi guru-guru silat untuk tidak mau menurunkan ilmu silat kepada
sembarangan orang.
Angka 3 sebagai “hakikat” menjadi rahasia dan harus disimpan. Untuk
menjamin kerahasiaannya, maka ilmu silat tidak pernah dibukukan. Dalam
pengalaman dan penelitian yang dilakukan kenyataan menunjukkan, bahwa
amanat ” suatu pengkajian yang bersifat rahasia ” itu sampai kini masih
berlaku bagi orang tua-tua Minangkabau.
kalau sekarang, rahasia itu dinyatakan dalam berbagai dalih, misalnya :
a. akan menimbulkan pertentangan nantinya dengan ajaran yang dianut oleh masyarakat awam.
b. akan mendatangkan bahaya sebagai akibat ” Tasaluek dek kaji ” , seperti: gila.
c. dan sebagainya.
Langkah Tigo dalam silat Minang, didalamnya terdapat gerak-gerak yang
sempurna untuk menghadapi segala kemungkinan yang dilakukan lawan.
Perhitungan angka tiga disejalankan dengan wirid dan latihan, inipun
tidak semua orang dapat memahami dan mengamalkannya karena mistik.
Kaifiat atau pelaksanaannya dilakukan secara konsentrasi sewaktu membuat
langkah tigo. setiap langkah ditekankan pada ” Alif, Dal, Mim “
Tagak Alif, Pitunggue Adam, Langkah Muhammad
Tegak Allah, Kuda-kuda bagi Adam, Kelit dari Muhammad, Tangkapan oleh
Ali, dan tendangan beserta Malaikat. ( sandi kunci bergerak ).
SILAT LANGKAH AMPEK
Pembentukan Silat Langkah Ampek oleh Ninik Datuk Suri Diraja di
Pariangan serentak dengan Silat Langkah Tigo. Silat Langkah Ampek,
berasal dari gerak-gerak silat Anjieng Mualim dan pengawasannya turun
temurun juga diserahkan pada Harimau Campo, yang dapat menjelma bila
disalahi membawakannya. Oleh karena si penciptanya telah menyeragamkan
bentuk dan metode serta pengisiannya. maka silat Langkah Ampek pun
dimulai dengan Tagak Alif. Perbedaannya terletak pada perhitungan angka
yaitu 4, sebagai angka istimewa (ingat mistik Pythagoras). Walaupun
bersifat mistik dan sukar dipahami bagi awam, namun bagi Pesilat sangat
diyakini kebenarannya. Sewaktu membuka Langkah Ampek dilakukan
konsentrasi pada Alif, Lam, Lam, Hu.
SILAT LANGKAH SEMBILAN
Perhitungan langkah dalam Silat Minang yang terakhir adalah sembilan.
Dari mana datangnya angka sembilan. Dalam pengkajian silat dinyatakan
sebagai berikut: Langkah 3 + Langkah 4 = langkah 7. Itu baru perhitungan
batang atau tonggaknya. Penambahan 2 langkah adalah :
• Tagak Alif gantung dengan penekanan pada ” Illa Hu ” ini diartikan satu langkah.
• Mim Tasydid dalam kesatuan Allah dan Muhammad, gerak batin yang menentukan, berarti satu langkah.
Menurut faham Al Hulul bahwa apabila yang Hakikat menyatakan dirinya
atau memancarkan sinarnya dalam realitasNya yang penuh; itulah
keindahan.
Pesilat itu adalah seniman dan seorang seniman adalah orang yang tajam
dan tilik pandangannya, yang dapat melihat keindahan Ilahi dalam
dirinya. (Gazalba,IV/1973:527)
Silat Langkah sembilan biasanya dibawakan sebagai “Pencak” (Minangkabau:
Mancak), artinya : Menari. Dalam kata majemuk “Pencak-Silat”
dimaksudkan “Tari Silat”.
Langkah Sembilan memperlihatkan pengembangan gerak-gerak ritmis, dengan tidak meninggalkan unsur-unsur gerak silat.
Penyebaran Silek
Sifat perantau dari masyarakat Minangkabau telah membuat silek
Minangkabau sekarang tersebar kemana-mana di seluruh dunia. Pada masa
dahulunya, para perantau ini memiliki bekal beladiri yang cukup dan
kemanapun mereka pergi mereka juga sering membuka sasaran silat
(peguruan silat) di daerah rantau dan mengajarkan penduduk setempat
beladiri milik mereka. Mereka biasanya melebur dengan penduduk sekitar
karena ada semacam pepatah di Minangkabau yang mengharuskan mereka
berbaur dengan masyarakat di mana mereka tinggal. Bunyi pepatah itu
adalah dima bumi dipijak di situ langik dijunjuang, dima rantiang
dipatah di situ aia disauak (Dimana bumi dipijak disitu langit
dijunjung, dimana rantiang dipatah di situ air disauk). Pepatah ini
mengharuskan perantau Minang untuk menghargai budaya lokal sehingga
membuka peluang silat Minangkabau di perantauan mengalami modifikasi
akibat pengaruh dari beladiri masyarakat setempat dan terbentuklah genre
atau aliran baru yang bisa dikatakan khas untuk daerah tersebut. Silek
Minangkabau juga menyebar karena diajarkan kepada pendatang yang
dahulunya berdiam di Ranah Minang. Jadi dapat dikatakan bahwa silek itu
menyebar ke luar wilayah Minangkabau karena sifat perantau dari
masyarakat Minangkabau itu sendiri dan karena diajarkan kepada
pendatang.
Penyebaran dan pengaruh silek di dalam negeri
Silek yang menyebar ke daerah rantau (luar kawasan Minangkabau) ada yang
masih mempertahankan format aslinya ada yang telah menyatu dengan
aliran silat lain di kawasan Nusantara. Beberapa peguruan silat
menyatukan unsur-unsur silat di Nusantara, dan Silek Minang masuk ke
dalam jenis silat yang memengaruhi gerakan silat mereka. Beberapa contoh
yang dapat diberikan adalah:
• Silek 21 Hari : Silat ini berkembang di wilayah perbatasan antara
Pasaman dan Propinsi Riau, silat ini jarang diungkapkan di dalam kajian
Silek Minangkabau jadi keterangan tentang silat ini masih terbatas dan
dalam penelitian. Silat ini lebih menekankan aspek spiritual dan berasal
dari kalangan pengamal tarekat di Minangkabau. Saat ini masih ada
keturunan Pagaruyung Minangkabau yang mengajarkan silat ini di beberapa
kawasan di Propinsi Riau, seperti di Rokan Hulu (Kuntu Darussalam),
Mandau Duri, Rokan Hilir, dan Perawang. Silat ini tergolong jenis yang
ditakuti di daerah tersebut dan juga berkembang sampai ke Malaysia.
• Silat Sabandar dari Tanah Sunda dikembangkan oleh perantau
Minangkabau yang bernama Mohammad Kosim di Kampung Sabandar, Jawa Barat.
Silek ini disegani di Tanah Sunda. Seiring dengan perkembangan dan
pembauran dengan tradisi silat di Tanah Sunda, silat ini telah mengalami
variasi sehingga bentuknya menjadi khas untuk daerah tersebut.
• Silat Pangian di Kuantan Singgigi, Propinsi Riau, terdiri dari
Silek Pangian Jantan dan Silek Pangian Batino. Silek Pangian ini asalnya
dari daerah Pangian, Lintau, Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat.
Silek ini adalah silek yang legendaris dan disegani dari wilayah
Kuantan. Di Kuantan tentu saja silek ini telah mengalami perkembangan
dan menjadi ciri khas dari tradisi wilayah tersebut. Awalnya pendiri
dari silek ini adalah petinggi dari kerajaan Minangkabau yang pergi ke
daerah Kuantan.
• Perguruan Silat Setia Hati, adalah peguruan besar dari Tanah Jawa.
Pada masa dahulunya, Pendiri dari Peguruan ini, Ki Ngabei Ageng
Soerodiwirdjo banyak belajar dari silek Minangkabau disamping belajar
dari berbagai aliran dari silat di Tanah Sunda, Betawi, Aceh dan kawasan
lain di Nusantara. Silek Minangkabau telah menjadi unsur penting dalam
jurus-jurus Peguruan Setia Hati. Setidaknya hampir semua aliran silek
penting di Minangkabau telah beliau pelajari selama di Sumatera Barat
pada tahun 1894-1898. Beliau adalah tokoh yang menghargai sumber
keilmuannya, sehingga beliau memberi nama setiap jurus yang diajarkannya
dengan sumber asal gerakan itu. Beliau memiliki watak pendekar yang
mulia dan menghargai guru.
• Silat Perisai Diri, yang didirikan oleh RM Soebandiman
Dirdjoatmodjo atau dikenal dengan Pak Dirdjo, memiliki beberapa unsur
Minangkabau di dalam gerakannya. Silat Perisai Diri memiliki karakter
silat tersendiri yang merupakan hasil kreativitas gemilang dari
pendirinya. Perisai Diri termasuk peguruan silat terbesar di Indonesia
dengan cabang di berbagai negara.
• Satria Muda Indonesia, yang pada awalnya berasal dari Peguruan
Silat Baringan Sakti yang mengajarkan silek Minangkabau, kemudian
berkembang dengan menarik berbagai aliran-aliran silat di Indonesia ke
dalam peguruannya.
• Silat Baginda di Sulawesi Utara adalah silat yang berasal dari
pengawal Tuanku Iman Bonjol yang bernama Bagindo Tan Labiah (Tan Lobe)
yang dibuang ke Manado pada tahun 1840. Tan Labiah meninggal dunia pada
tahun 1888.
Penyebaran silek di luar negeri
• Singapura : Posisi Singapura atau dahulu disebut Tumasik yang
strategis membuat wilayah ini dikunjungi oleh berbagai bangsa semenjak
dahulu kala. Silek Minangkabau telah menyebar ke sana pada tahun 1160
dengan ditandainya gelombang migrasi bangsa Melayu dari Minangkabau.
• Malaysia: Penyebaran Silek Minangkabau di Negeri Malaysia terjadi
terutama akibat migrasi penduduk Minangkabau ke Malaka pada abad ke 16
dan juga karena adanya koloni Minangkabau di Negeri Sembilan. Silek
Pangian, Sitaralak, Silek Luncur juga berkembang di negeri jiran ini.
Silat Cekak, salah satu peguruan silat terbesar di Malaysia juga
memiliki unsur-unsur aliran silek Minangkabau, seperti silek Luncua,
Sitaralak, kuncian Kumango dan Lintau di dalam materi pelajarannya.
Posisi Malaysia yang rawan dari serangan berbagai bangsa terutama bangsa
Thai membuat mereka perlu merancang sistem beladiri efektif yang
merupakan gabungan antara beladiri Aceh dan Minangkabau. Beberapa
peguruan silat menggunakan nama Minang atau Minangkabau di dalam nama
peguruannya
• Filipina: Penyebaran Islam ke Mindanao, yang dilakukan oleh Raja
Baginda, keturunan Minangkabau dari Kepulauan Sulu pada tahun 1390.
Penyebaran ini mungkin akan mengakibatkan penyebaran budaya Minangkabau,
termasuk silat ke wilayah Mindanao. Bukti-buktinya masih perlu dikaji
lebih dalam
• Brunei Darussalam: Penyebaran Silek ke Brunei seiring dengan
perjalanan bangsawan dan penduduk Minangkabau ke Negeri Brunei. Seperti
yang sudah dijelaskan pada awal tulisan ini, bahwa silek adalah bagian
dari budaya Minangkabau, oleh sebab itu mereka yang pergi merantau akan
membawa ilmu beladiri ini kemanapun, termasuk ke Brunei Darussalam.
Kajian hubungan silek Minangkabau dan Brunei masih dibutuhkan, namun
yang pasti, para pemuka kerajaan Brunei memiliki pertalian ranji dengan
raja-raja di Minangkabau. Ada dugaan bahwa Awang Betatar, pendiri
kerajaan Brunei (1363-1402) yang gagah berani berasal dari Minangkabau
karena gelar-gelar dari saudara-saudara beliau mirip dengan gelar-gelar
dari Minangkabau, namun catatan tertulis diketahui bahwa migrasi
masyarakat Minangkabau berawal dari pemerintahan Sultan Nasruddin Sultan
Brunei ke-15) tahun 1690-1710 yang ditandai dengan tokoh yang bernama
Dato Godam (Datuk Godam) atau Raja Umar dari keturunan Bandaro Tanjung
Sungayang, Pagaruyung.
• Austria: Peguruan sileknya bernama PMG = Sentak, dikembangkan oleh Pandeka Mihar.
• Spanyol: Peguruan sileknya bernama Harimau Minangkabau, dikembangkan oleh Guru Hanafi di kota Basque.
• Belanda:
o Silek Tuo dikembangkan oleh Doeby Usman.
o Satria Muda, dikembang oleh Cherry dan Nick Smith pada 1971. Mereka adalah murid dari dari Guru W. Thomson.
o Paulu Sembilan, Silat dari Pauh Sembilan Kota Padang.
• Hongkong: Peguruannya bernama Black Triangle Silat dikembangkan
Pendekar Scott McQuaid.Pendekar Scott adalah termasuk dalam jalur waris
dari guru Hanafi, sama dengan Guru de-Bordes di Ghana.
• Amerika Serikat:
o Bapak Waleed adalah salah satu tokoh yang mengembangkan silek Minangkabau di USA.
o Baringin Sakti yang dikembangkan oleh Guru Eric Kruk.
• Perancis: Peguruannya bernama Saudara Kaum dikembangkan oleh Haji
Syofyan Nadar. Peguruan ini juga memiliki guru yang mengajarkan silat
dari Tanah Sunda seperti Maenpo Cianjur (Sabandar, Cikalong dan Cikaret)
dan Silat Garis Paksi.
• Ghana, Afrika: Perguruannya bernama Harimau Minangkabau
dikembangkan oleh Guru de-Bordes yang belajar ke Guru Hanafi dengan
permainan silat harimau.
Proses Berguru
Jika seseorang ingin belajar silek, maka ia bisa datang sendiri atau
biasanya diantar oleh teman, bapak atau mamak (saudara laki-laki dari
ibu) kepada seorang guru, jika di kalangan mereka tidak ada yang bisa
bermain silat dengan baik. Setelah berbasa basi, maka nanti si calon
murid datang pada waktu yang ditentukan dengan membawa benda-benda
tertentu yang disyaratkan oleh guru.
Syarat-syarat berguru
Syarat-syarat berguru ini bervariasi pula, namun biasanya terdiri dari
pisau, kain putih, lado kutu (cabe rawit), garam, gula, penjahit,
cermin, rokok, beras, dan uang. Jumlah uang biasaya tidak ditentukan.
Apa yang dibawa mempunyai arti tersendiri bagi calon murid. Biasanya
diterangkan pada saat prosesi penerimaan murid.
Beberapa contoh dari arti syarat-syarat yang dibawa itu adalah
• kain putiah (kain putih) : pakaian murid itu adalah pakaian yang
bersih, silek ini akan menjadi pakaian bagi murid, merupakan pakaian
yang bersih
• pisau : setelah latihan ini, maka si murid tidak akan dilukai oleh pisau, karena memiliki ilmu setajam pisau.
• lado kutu (cawe rawit), garam dan gulo(gula) : ilmu silat ini memakai
raso (rasa), karena semakin mahir orang melakukan sesuatu biasanya
mereka tidak berpikir lagi, tapi menggunakan raso (perasaan). Contoh
pemasak terkenal jarang menimbang bahan-bahan yang mereka butuhkan, tapi
tetap juga menghasilkan masakan yang enak dan khas, seperti itu pulalah
silat nantinya pada tingkat mahir.
• bareh jo pitih (beras dan uang) : belajar akan menyita waktu guru,
oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi murid mempertimbangkan
nilai dari waktu yang dihabiskan oleh guru. Disamping itu beras yang
dibawa juga akan dimakan bersama sesama anggota sasaran silek.
• Dll
Proses Penerimaan Murid
Ada bermacam cara dalam menerima anak sasian (murid), seperti yang sudah
disebutkan di atas, si murid diminta untuk membawa bahan-bahan tertentu
pada hari yang dijanjikan dan juga diminta membawa seeker ayam jantan
untuk satu orang murid. Ayam ini nanti disembelih oleh guru dan kemudian
darahnya dicecerkan mengelilingi sasaran. Ayam ini kemudian digulai dan
dihidangkan dalam acara mandoa (doa) yang dihadiri oleh guru dan para
saudara seperguruan. Untuk acara ini dipanggil pula Urang Siak (sebutan
untuk orang ahli agama) untuk mendoakan si murid agar mendapatkan
kebaikan selama mengikuti latihan. Biasanya di dalam ritual penerimaan
seorang murid, si murid ini diambil sumpahnya untuk patuh kepada guru
dan tidak menggunakan ilmu yang mereka dapatkan ini untuk berbuat
kebenaran. Bahkan bunyi sumpah itu keras sekali. Inilah potongan bunyi
sumpah itu : kaateh indak bapucuak, kabawah indak baurek, ditangah
digirik kumbang (ke atas tidak berpucuk, ke bawah tidak berurat dan
ditengah dimakan kumbang), artinya pelanggar sumpah akan tidak pernah
mendapatkan hidup yang baik selama hidupnya di dunia seperti yang
diibaratkan nasib suatu pohon yang merana. Seperti yang berlaku pada
peguruan beladiri manapun bahwa semenjak saat itu saudara seperguruan
adalah seperti saudara sendiri. Di dalam istilah Minangkabau dikatakan
bahwa saudara seperguruan itu saasok sakumayan (satu asap satu kemenyan)
artinya dia adalah bagian dari diri kita dan berlaku hukum saling
melindungi.
Prosesi ini tidak sama tiap sasaran, ada pula guru yang tidak meminta
membawa apa-apa, dan tidak ada prosesi penerimaan murid, tapi kasus ini
sangat langka, umumnya selalu ada prosesi penerimaan murid.
Jadwal Latihan
Guru menetapkan jadwal latihan silat dan biasanya malam hari. Murid
boleh mengajukan waktu sepanjang guru tidak keberatan. Biasanya jadwal
latihan malam hari. Ada sasaran silek yang membolehkan latihan sebelum
jam 12 malam. Lebih dari itu dilarang oleh gurunya karena sang guru
meyakini lebih dari jam 12 malam adalah waktunya inyiak balang
(harimau), sehingga tidak boleh untuk bersilat lagi. Tapi ada pula yang
malah sebaliknya, bersilat itu dimulai dari lewat jam 12 malam sampai
jam 4 pagi. Biasanya dilakukan dua atau tiga kali seminggu.
Pada tingkat lanjutan untuk mengambil gerakan silek harimau (silat
harimau), malah sang guru yang biasanya suka latihan lewat jam 12 malam
ini meminta muridnya untuk belajar siang hari. Gerakan dari silat
harimau ini tidak sebanyak gerakan silat yang biasa guru ajarkan.
Ada sasaran silek yang lebih "privat". Guru tidak suka punya murid
banyak-banyak, paling-paling muridnya cuma 4 orang saja atau sepasang.
Murid tunggal juga diterima, dan ini langsung bersilat dengan gurunya.
Khusus untuk murid tunggal, guru harus memiliki stamina yang baik,
karena harus ikut bermain dengan murid dari awal sampai akhir.
Para murid biasanya membawa makanan untuk dimakan bersama, juga rokok,
kopi atau teh dan gula saat hari latihan. Ada juga yang menyertakan
dengan uang. Nilainya tidak ditentukan, murid sendirilah yang menentukan
berapa nilainya.
Aliran Silek Minangkabau
Ada banyak aliran yang berkembang di Ranah Minangkabau. Silat yang
terkenal adalah Silek Tuo , Silek Buah Tarok dari Bayang - Pesisir
Selatan, Silek Koto Anau, Silek Lintau, Silek Puti Mandi, Silek Luncua
dari Solok, Silek Sitaralak/Terlak/Starlak, Silek Pauah dari Kota Padang
dan bermacam-macam lagi. Asal usul dari aliran silat ini juga rumit dan
penuh kontroversi, contoh Silek Tuo dan Sitaralak. Silek Tuo ada yang
menganggap itu adalah versi silek paling tua, namun pendapat lain
mengatakan bahwa silat itu berasal dari Tuanku Nan Tuo dari Kabupaten
Agam. Tuanku Nan Tuo adalah anggota dari Harimau Nan Salapan, sebutan
lain dari Kaum Paderi yang berjuang melawan Belanda di Sumatera Barat.
Gerakan silek itu diambil dari berbagai macam hewan yang ada di Minangkabau, contohnya Silek Harimau dan Silek Buayo (Buaya).
Jika dilihat dari beberapa gerakan silat yang berada di Minangkabau, ada
pola-pola yang dominan di dalam permainan mereka, yakni:
• bersilat dengan posisi berdiri tegak
• bersilat dengan posisi rendah
• bersilat dengan posisi merayap di tanah
• bersilat dengan posisi duduk (silek duduak)
Sedangkan dari teknik berdirinya, juga pernah ditemui suatu langkah yang
agak berbeda dengan langkah dari pemain silek lain yang pernah penulis
saksikan, yakni salah satu Tuo Silek dari Pauah, Padang. Tuo Silek ini
mengajarkan bermain dengan langkah bajinjek (agak berjinjit) seperti
kucing mengincar mangsanya dan memiliki langkah anak (langkah anak).
Langkah anak ini adalah langkah kecil yang dilakukan sebelum melangkah
seperti langkah silat biasa. Langkah anak ini dibuat dengan tujuan untuk
mengokohkan posisi baik dalam menyerang ataupun menyambut atau bertahan
dari serangan lawan. Mungkin guru silek lain menggunakan dua cara
melangkah ini, tapi mereka tidak menekankan teknik dua cara melangkah
ini kepada muridnya.
Ada pertanyaan yang masih belum terjawab, yakni apa hubungan antara
Silek Tuo dengan Sitaralak, dan apakah aliran silek yang paling tua dan
apa pecahannya.
Konsep Silat Minangkabau
Meskipun berbagai macam aliran dalam silek Minang, namun ada kesamaan
konsep dari gerakan silat mereka. Oleh sebab itu kita dapat membedakan
antara silat dari Minangkabau dan silat dari daerah lain di kawasan
Nusantara. Beberapa konsep dari silek Minangkabau itu adalah
1. Tagak jo Langkah (Berdiri dan Langkah)
Ciri khas dari permainan silek adalah pola berdiri dan langkah. Tagak
artinya tegak atau berdiri, dimana pesilat berdiri? Dia berdiri di jalan
yang benar (tagak di nan bana), dia bukanlah seorang yang suka cari
rusuh dan merusak tatanan alam dan kehidupan bermasyarakat. Di dalam
mantera sering juga diungkapkan sebagai tegak alif, langkah muhammad. Di
dalam permainan posisi berdiri adalah pelajaran pertama diberikan,
posisi berdiri seorang pemain silat Minangkabau adalah tagak runciang
(berdiri runcing atau berdiri serong) dan sedapat mungkin posisinya
selalu melindungi alat vital. Kuda-kuda pemain silat harus kokoh, untuk
latihan ini dahulunya mereka berjalan menentang arus sungai.
Langkah dalam permainan silek Minangkabau mirip dengan langkah berjalan,
namun posisinya pada umumnya merendah. Posisi melangkah melingkar yang
terdiri dari gelek, balabek, simpia dan baliak (Lihat penjelasan istilah
ini pada Kurikulum).
Adapun pola langkah yang dipergunakan ada yang dinamakan
• langkah tigo (langkah tiga)
• langkah ampek (langkah empat)
• langkah sambilan (langkah sembilan) : untuk mancak (pencak)
2. Garak jo Garik (Gerak dan Gerik)
Di dalam bersilat perlu sekali memahami garak dan garik. Garak artinya
insting, kemampuan membaca sesuatu akan terjadi, contoh seorang pesilat
bisa merasakan ada sesuatu yang akan membahayakan dirinya. Garik adalah
gerakan yang dihasilkan oleh pesilat itu sebagai antisipasi dari
serangan yang datang. Jika kata ini diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, ia menjadi kurang pas, karena di dalam bahasa Indonesia,
gerak itu adalah gerakan dan gerik adalah kata pelengkap dari gerakan
itu. Sedangkan di dalam bahasa Minangkabau garak (gerak) itu adalah
kemampuan mencium bahaya (insting) dan garik (gerik) adalah gerakan yang
dihasilkan (tindakan).
3. Raso jo Pareso (Rasa dan Periksa)
• Raso (Rasa)
Raso atau rasa diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu
gerakan yang tepat tanpa harus dipikirkan dulu, seperti seorang yang
mahir membawakan kendaraaan, dia pasti tidak berpikir berapa centimeter
harus memijak rem supaya berhenti dengan tepat tanpa goncangan, tapi
dengan merasakan pijakan rem itu dia dapat berhenti dengan mulus.
• Pareso (Periksa)
Pareso adalah kemampuan analisis dalam waktu yang singkat atau nalar. Di
dalam pertempuran ungkapan pareso ini adalah kemampuan memanfaatkan
sesuatu di dalam berbagai situasi pertempuran dalam upaya untuk
memperoleh kemenangan. Misalkan, jika kita bertempur waktu sore,
upayakan posisi jangan menghadap ke barat, karena akan silau oleh cahaya
matahari.
Jadi antara raso dan pareso itu jalannya berpasangan, tidak boleh jalan
sendiri-sendiri. Kita tidak boleh terlalu mengandalkan perasaan tanpa
menggunakan pikiran, namun tidak boleh pula berpikir tanpa menggunakan
perasaan. Ada pepatah yang mengatakan raso dibao naiak, pareso dibao
turun (Rasa di baik naik ke alam pikiran, periksa dibawa turun ke alam
rasa). Demikianlah kira-kira maksud dari raso jo pareso yang diungkapkan
oleh para guru silek.
4. Tiok Kato Ado Jawek, Tiok Gayung Ado Sambuiknyo (tiap kata ada jawab, tiap gayung ada sambutnya)
Alam fikiran Minangkabau memiliki konsep berpasangan, ini dapat
dibuktikan dengan banyaknya pepatah yang memiliki isi kalimat
berpasangan, contohnya manitiak dari ateh, mambasuik dari bumi (menitik
dari atas, membersit dari bumi). Hal yang sama berlaku pada silek,
setiap gerakan silat ada pemusnahnya, setiap kuncian ada teknik untuk
melepaskannya, oleh sebab itu sepasang pemain silat yang mahir mampu
bersilat terus menerus tanpa putus dengan mengalir begitu saja. Mereka
baru berhenti kalau sudah letih atau capek. Hal yang sama juga terjadi
pada peniup saluang, mereka bisa meniup alat musik itu tanpa putus-putus
sampai kapan dia mau berhenti.
Atribut Peguruan
1. Sasaran Silek (Tempat belajar bersilat)
Sasaran Silek adalah tempat latihan silat di Minangkabau, sasaran ini
mungkin bisa disamakan artinya dengan padepokan. Tempat latihan ini ada
yang sengaja dibuat oleh guru dan para muridnya atau disediakan oleh
sukunya atau kadangkala sasaran ini dimana saja, seperti di dapur, di
bilik, di gudang dan di tempat yang sepi yang jarang dilewati orang
seperti di dangau dan di hutan.
2. Minyak Silek (Minyak silat)
Biasanya di suatu peguruan silek memiliki minyak yang digunakan untuk
keperluan pengobatan pada kasus terkilir selama latihan dan juga
sekaligus simbol dari warisan sah suatu peguruan. Minyak itu diwarisi
secara turun temurun dari generasi dahulu kepada generasi penerus.
Minyak itu dinamakan minyak silek. Peguruan Silek Salimbado Buah Tarok,
suatu sasaran penerus dari Silek asal Bayang Pesisir Selatan masih
memelihara tradisi Minyak Silek ini. Peguruan itu memiliki minyak yang
mereka wariskan semenjak ratusan tahun yang lalu dan minyak ini
merupakan simbol dari peguruan tersebut. Para anak sasian (murid) yang
baru masuk ada tradisi mandi minyak pada peguruan silat itu. Tidak semua
peguruan memiliki tradisi ini.
3. Pakaian
Pakaian yang digunakan untuk silek adalah pakaian berwarna hitam.
Hitam ini sendiri memiliki makna tahan tapo (tahan terpaan) dan tentu
saja pakaian hitam ini lebih baik digunakan untuk silat dibandingkan
dengan pakaian putih yang terlihat cepat kotor. Pakaian silek ini
pisak-nya sangat rendah sehingga tidak memungkin pelaku silek menyepak
terlalu tinggi, tinggi sepakan paling sampai alat vital lawan saja.
Tidak semua peguruan yang menuntut anak sasian atau murid mengenakan
pakaian silek. Seorang tuo silek dari Pauh, Kota Padang malah tidak
setuju, dia mengatakan bahwa silek yang dipelahari ini bukan untuk
tarian, ini buat bertempur, jadi pakaian yang paling bagus dikenakan
adalah pakaian yang biasa pakai sehari-hari.
4. Atribut-atribut lain
Atribut-atribut lain tergantung dari sasaran sileknya sendiri, ada yang
sasaran silek memiliki peralatan musik tradisional yang lengkap, ada
yang tidak. Beberapa sasaran silek memiliki alat-alat yang dibutuhkan
untuk latihan, seperti tongkat, pisau tumpul dan lain sebagainya, namun
ada yang tidak memiliki apa-apa sama sekali. Saat sekarang, setelah
mendapat pembinaan dari IPSI, tiap sasaran telah memiliki nama
sendiri-sendiri, dan memiliki logo sasaran sendiri, namun itu tidak
semua, ada juga sasaran yang tidak memiliki nama dan atribut khusus.
Kurikulum Silat Minangkabau
1. Malangkah (Belajar Melangkah)
Melangkah adalah pelajaran dasar dalam silek. Belajar melangkah ini
berpasangan, biasanya dimulai dengan teknik melakukan gerakan membentuk
lingkaran, disertai gelek (merobah langkah), balabek (merobah gerakan
tangan), tagak itiak (berdiri seperti itik atau bebek dengan hanya
menggunakan satu kaki), babaliak (balik 180 derjat) dan simpia (gerangan
guntingan pada kaki) . Kebanyakan murid tidak memahami arti pelajaran
ini, sehingga mereka bosan, karena sudah berbulan belajar itu ke itu
juga. Jika melangkah ini sudah mahir, maka akan mudah maambiak buah
(mengambil buah), karena buah itu baru bagus digunakan jika langkah
sudah pas dan benar. Kebanyakan pada tahap ini murid yang tidak sabar
sudah berhenti duluan sebelum mendapatkan buahnya.
Ada bermacam cara berdiri di dalam silat, ada yang tinggi seperti
berdiri, rendah seperti orang membungkuk dan ada sangat rendah. Posisi
sangat rendah ini biasanya dipakai pada silat Harimau.
Meskipun tidak pada berlaku semua sasaran silek, pada tahap ini beberapa
murid diajarkan beberapa kato atau manto (mantera) , contohnya
• kato palangkahan (mantera untuk mulai bersilat) yang bunyinya
kira-kira : assalamu`alaikum bapakku langit / alaikum salam ibuku bumi /
ijinkan aku melangkah di bumi Allah taala.
• doa mandi digunakan ketika mandi untuk menyegarkan diri yang bunyinya
kira-kira : mandi nur, mandilah aku / mandi tubuh serta nyawa / mandi
ruh, serta insan / aku mandi di dalam kandungan kalimah...
Tidak semua sasaran silek mengajarkan mantera. Ada sasaran silek yang
menggunakan doa dalam bahasa Arab yang dikutip dari ayat Alquran atau
doa-doa yang biasa dibaca oleh Nabi Muhammad SAW.
2. Maambiak Buah (Mengambil Buah)
Maambiak buah ini berkaitan dengan pelajaran tentang teknik-teknik
praktis di dalam bersilat atau buah silat, seperti tangkok (menangkap),
ilak (mengelak), mangguntiang (gerakan menggunting) piuah (piuh atau
pilin), mamatah (mematahkan peresendian), manyapu (sapuan), doroang
(dorongan), enjo / egang / jujuik (tarik, menarik lawan dengan tangan),
mangabek/mengunci (teknik kuncian), sudu (tusukan), daga (pukulan dengan
bantalan telapak tangan biasanya untuk menyerang daerah rahang), dan
bahkan memakai goyangan pinggul untuk melemahkan posisi tubuh lawan.
Sadonyo anggoto tubuah iduik (semua anggota tubuh harus hidup dan bisa
dimanfaatkan) begitu kata guru. Pada pelajaran maambiak buah, murid
dituntun menggunakan nalar dan logikanya sembari mempelajari sifat-sifat
fisik dari tubuh manusia dan dimana titik lemah dari tubuh itu sendiri,
misalnya kalau didorong ke depan, maka lawan tidak jatuh, tapi kalau
didorong ke belakang, lawan jatuh. Biasanya sasaran serangan silek itu
adalah alat vital atau kelamin, rahang, mata, leher, tulang gagak, dan
ulu hati.
Untuk patah mematah, targetnya adalah siku-siku tangan, jari,
siku-siku kaki. Untuk piuh (pilin/puter) targetnya adalah pergelangan
tangan dan kaki. Dalam gerakan biasanya dilakukan kombinasi seperti
dipiuh (pilin) dahulu baru kemudian dipatahkan. Alat vital memang sering
menjadi sasaran empuk silek, oleh sebab itu pada awal belajar si murid
diingatkan untuk menjaga posisi sedemikian rupa agar alat vitalnya
terlindungi dengan baik. Tidak ada satu metodapun sampai saat ini yang
membuat alat vital tahan dari pukulan kecuali yang diyakini belajar ilmu
magis, sedangkan untuk hulu hati, orang yang sering latihan kebugaran
dan otot perut biasanya ulu hati mereka lebih tahan terhadap pukulan.
Secara ringkas pelajaran yang bakal diperoleh oleh murid pada tahap ini
adalah teknik mempergunakan kaki, tangan dan anggota tubuh lainnya,
seperti yang diuraikan dibawah ini:
1. Teknik mempergunakan tangan
• cucuak ciek jari (tusukan satu jari) : target serangannya lobang pada daerah leher
• cotok duo jari (tusukan dua jari) : target serangannya mata
• cakiak (cekik) : target serangannya leher
• kalatiak (Kepret) : gerakan seperti menampar dengan mempergunakan kuku pada ujung jari
• kepoh (tepis) : membelokkan serangan lawan dengan tangan sehingga tidak mengenai tubuh
• siku (sikuan) : target serangannya tulang iga lawan
• rangguik (renggut) : merenggut tangan, kaki, atau kepala lawan
• doroang (dorong) : mendorong tubuh lawan
• daga : menggunakan bantalan telapak tangan untuk menyerang rahang lawan
sudu (sodokan) : menggunakan empat jari yang dirapatkan dengan target serangannya ulu hati lawan
• piuah (pilin) : memilin tangan, kaki, atau kepala lawan
• sambuik (sambutan) : menyambut serangan lawan, biasanya diiringi dengan mematahkan anggota tubuh lawan
• pakuak (bacok) : membacok dengan menggunakan sisi tangan sejajar kelingking target serangannya leher bagian belakang
• patah (patahan) : teknik mematahkan jari, tangan dan kaki lawan
• lapak (tamparan) : menggunakan dua tangan untuk menampar kedua telinga lawan
2. Teknik mempergunakan kaki
• sipak, simbek, gayuang (sepak): menyepak lawan, biasanya alat
vitalnya. Kata gayuang itu bisa juga dipergunakan untuk serangan yang
menggunakan ilmu batin
• hantam jo lutuik (hantam dengan lutut) : digunakan untuk menghantam kepala lawan atau perutnya
• sapu (sapuan) : digunakan untuk menyapu kaki lawan
• dongkak kudo atau sipak balakang (tendangan belakang) : tendangan berbentuk huruf
• injak (injak): menginjak kaki lawan
• hantam jo tumik (hantam dengan tumit) : menghantam ujung ibu jari kaki lawan dengan memakai tumit.
3. Teknik dengan menggunakan bagian tubuh lain
• sondak (menggunakan kepala) : untuk menghantam dada, atau rahang lawan
• gigik (menggigit lawan) : gigitan dimana saja yang didapatkan pada tubuh lawan.
• goyangan pinggul : menggoyangkan pinggul, teknik ini juga digunakan pemain sepakbola untuk menjatuhkan lawannya
4. Teknik kombinasi
• mambantiang (membanting) : membanting lawan dengan mempergunakan tangan dan kaki
• mangabek atau mangunci (kuncian) : mengunci lawan dengan mempergunakan tangan dan atau kaki
• mambukak kabek dan mailak dari bantiangan (membuka kuncian dan
mengelak dari bantingan) : memlepaskan diri dari kuncian biasanya
mempergunakan langkah dan gerakan tangan. Tanpa menggunakan gerakan
langkah yang baik, seseorang akan susah melepaskan diri dari kuncian. Di
sinilah letak pentingnya kemahiran melangkah dalam pelajaran pertama
yakni teknik malangkah.
Tujuan dari silek adalah mempertahankan diri dari serangan musuh seperti
yang dikatakan oleh tuo silek, jadi sebagian teknik-teknik yang
dipelajari tidak boleh digunakan di dalam pertandingan silat, karena
berbahaya dan mencelakakan lawan tanding.
Pada tahap ini muridpun diberi semacam doa atau kato atau manto
(mantera) oleh guru, misalnya mantera yang dipakai untuk menyambut atau
untuk menyerang lawan, bisa juga mantera untuk membuat tubuh kita
kelihatan lebih besar dan tinggi, sehingga lawan merasa takut dan
sebagainya. Tiap sasaran silek punya manto atau doa tersendiri. Ada
sasaran silek yang memakai doa yang diambil dari kutipan ayat Alquran,
namun kebanyakan mantra itu berisi campuran antara doa dalam bahasa Arab
dan Minangkabau. Ini menandakan bahwa pengaruh Islam sudah masuk ke
dalam aspek beladiri masyarakat Minangkabau.
3. Maambiak Isi (Mengambil Isi atau Mengambil Inti)
Bagian maambiak isi (mengambil isi) atau dikatakan juga maambiak inti
(mengambil inti) adalah bagian yang paling sensitif untuk dibicarakan
bahkan oleh sesama pesilat dari beda sasaran silek. Pada sesi ini murid
tidak belajar bermain silat secara fisik, tetapi lebih kepada menanamkan
suatu pemahaman atau konsep.
• Biliak Dalam (Bilik Dalam atau Kamar Khusus)
Istilah biliak dalam digunakan untuk menyatakan tempat belajar khusus
tentang materi maambiak isi. Kata bilik dalam mengandung pengertian
bahwa antara guru dan murid ada tempat dan atau saat khusus, meskipun
tidak selalu di dalam bilik atau kamar atau ruangan khusus, malahan pada
zaman dahulunya guru mengundang murid datang ke dangaunya di ladang
atau di sawah pada saat-saat tertentu, bisa juga siang atau malam hari.
Biliak dalam bisa juga diartikan sebagai tempat biasa latihan silat atau
sasaran silek, namun hanya mereka yang akan diberi pelajaran ini yang
diminta datang.
• Kaji (Materi Pelajaran di Biliak Dalam)
Materi atau kaji yang diajarkan oleh tuo silek antara satu sasaran silek
dengan sasaran silek lain boleh jadi ada kesamaan materinya, namun juga
terdapat perbedaan pendapat yang malahan tajam. Oleh karena itu, dalam
tahap tertentu, membahas materi yang diberikan guru dengan murid dari
sasaran silek lain sangatlah tabu untuk dibicarakan. Jadi jika tidak
paham akan sesuatu, sebaiknya dipecahkan dulu sendiri, kemudian
ditanyakan langsung ke guru atau ke orang yang telah dipercayakan oleh
guru untuk memberikan penjelasan.
Salah satu dari materi pengajian ini adalah mangaji asa (mempelajari
asal usul). Kita harus mengetahui asal usul diri. Dalam salah satu
sasaran mengatakan bahwa manusia berasal dari Nur yang dipancarkan dari
cahaya ilahiyah, oleh sebab itu posisi manusia sangat tinggi
dibandingkan dengan makhluk lainnya. Manusia yang diisi dengan Nur ini
akan menjadi khalifah (berkuasa, pemimpin) di muka bumi dan dapat
menundukkan sekalian isi alam. Semua unsur-unsur lain takluk di bawah
Nur tadi.
Orang yang berbuat keonaran dan kejahatan menandakan unsur di dalam
dirinya dipengaruhi kekuatan dari syaitan yang berasal dari api. Api
bersifat negatif atau takluk dibawah kekuatan cahaya ilahiyah (nur).
Para pesilat meyakini berbuat kebenaran akan mendapat kekuatan dari sang
Pencipta. Benda tajam dari logam disebut sebagai sesuatu yang berasal
dari air. Sekali lagi, air tidak akan memberikan pengaruh buruk terhadap
manusia, jadi benda tajam itu tidak akan memberikan pengaruh buruk
kepada diri pesilat. Di dalam pengajian ini, segala sesuatu yang datang
kepada persilat, maka dia berupaya mangumbalikan ka asa (mengembalikan
sesuatu ke asal kejadiaannya) semua serangan yangn datang kepada
dirinya.
Beginilah bunyi salah satu mantera agar tidak celaka jika terkena
senjata tajam.. “Hai sakalian basi, aku tahu asa engkau jadi, aia putiah
rabbul alamin asa engkau jadi, kembalilah engkau ke asa engkau, aku
kembali ke asa aku, Nur Allah asa aku jadi” (Hai sekalian besi, aku tahu
asal engkau jadi, air putih rabbul `alamin asal engkau jadi, kembalilah
engkau ke asal engkau, aku kembali ke asal aku, dari Nur Allah asal aku
jadi).
Ada banyak lagi aspek-aspek dari sesi ini yang sampai saat sekarang di
Minangkabau masuk ke dalam wilayah sangat sensitif untuk dibuka untuk
publik. Di dalam pandangan beberapa guru silat, bahwa mereka yang
membicarakan kajian ini di depan publik hampir sama dengan perbuatan
membuka aurat kepada yang bukan muhrim.
Materi maambiak isi bisa saja tidak diberikan kepada murid, jika si
murid hanya menyukai gerakan fisik saja untuk olah raga atau beladiri.
Adakalanya si murid tidak berminat mengambil materi ini karena tidak
ingin terlalu dalam berfilosofis atau tidak ingin salah cerna
pengetahuan yang diberikan guru yang disebut sebagai tabaliak kaji.
Meskipun sangat jarang terjadi, tabaliak kaji bisa berakibat fatal bagi
perkembangan psikis murid karena bisa menyebabkan gila. Guru silek
adakalanya enggan memberikan materi ini kepada murid dengan alasan belum
cukup umur atau akibat perilaku kurang baik yang diperlihatkan oleh
murid selama dalam asuhan guru silek.
4. Ujian
Secara tradisional guru melihat tingkatan murid dari kemampuan mereka
mempergunakan gerakan-gerakan dasar silat seperti pada point 2. Guru
akan melihat bagaimana keahlian murid mempergunakan keahlian itu untuk
manyambuik (menyambut) serangan, mambaleh (menyerang), mangunci
(mengunci) atau malapehkan kuncian/kabek (melepaskan kuncian) lawan
tandingnya. Gerakan dasar akan diterima oleh setiap murid, namun pada
tingkat lanjutan, siapa yang pintar mempergunakan nalarnya dalam
bersilat maka dia akan bisa menggunakan gerakan silat dengan tepat dan
benar.
Kemahiran bersilat bisa diukur dengan kemampuan murid di tempat-tempat sebagai berikut:
• Bersilat di tempat lapang
• Bersilat di tempat sempit
• Bersilat dalam posisi apapun (duduk, berbaring)
• Penguasaan menghadapi serangan memakai senjata tajam dan tongkat
• Bersilat di tempat yang licin (di atas tanah liat yang disiram air atau di atas batu licin di sungai)
• Bersilat di tempat yang kurang cahaya atau gelap sama sekali
• Bersilat dengan harimau (ujian terakhir)
Tuo Silek ada yang meyakini bahwa silek ini milik inyiak balang
(harimau), setiap kali silek ini diadakan jika memakai gerakan harimau,
maka harimau itu akan datang menyaksikan sendiri silat itu, dan bahkan
harimau itu bisa bergabung dengan pemain silat. Untuk menghindari itu,
silek dilakukan di tempat yang tertutup. Ujian terakhir dilakukan dengan
bermain silat langsung dengan inyiak balang (harimau). Tapi keyakinan
ini tidak dianut oleh semua guru, ada pula guru yang mengatakan bahwa
ilmu silat tidak berkeputusan , artinya tidak ada istilah tamat dalam
belajar, keputusan kaji kata beliau ada jika kita belajar ilmu batin.
Sistim sabuk diperkenalkan pada sasaran silek setelah adanya bimbingan
dari Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) kepada guru silat tradisional.
Maka semenjak itu dikenal adanya istilah sabuk. Warna dari sabuk itu
sendiri seperti sabuk putih, biru, hijau sampai hitam, diberikan
berdasarkan kemahiran murid pada level tertentu. Silek tradisional tidak
mengenal istilah sabuk. Mereka mengukur murid berdasarkan kemahiran
murid di dalam latihan seperti yang disebutkan di atas. Murid yang mahir
akan menjadi tangan kanan guru untuk mengajar murid-murid pada tingkat
pemula.
5. Kaputusan Silek (Keputusan Silat)
Umumnya sasaran silek itu memiliki istilah tamat belajar, kecuali
seperti yang dikatakan oleh salah satu Tuo Silek dari Pauah, Padang.
Pada masa tamat belajar biasanya guru memberikan sesuatu kepada muridnya
tergantung kepada sasaran itu sendiri, ada yang memberikan semacam
mantera penutup, ada pula keputusan kaji silek itu hanya berupa beberapa
kata kunci atau bahkan cuma nasehat saja dari guru.
Ada sasaran silek yang melakukan badah ayam (bedah ayam). Ayam dipotong
seperti biasa, kemudian ayam tersebut diperiksa jantungnya dan ditunjuk
satu titik tertentu di ujung jantung, kalau mau melepaskan gayuang kata
sang guru, tembaklah ujung jantung ini pada lawan. Dan untuk melepaskan
gayuang itu, si murid diberi kato atau manto (mantera). Gayuang (gayung)
adalah kemampuan untuk merusak jantung orang lain atau bagian dalam
tubuh orang lain dengan menggunakan kekuatan batin. Gayuang ini hanya
boleh dipakai ketika sudah tidak ada pilihan lagi dalam upaya
mempertahankan hidup.
Namun hal yang pasti dari seseorang mendapatkan kato kaputusan (kata
putus atau tamat) ini adalah dia bisa mengajar orang lain dan membuka
sasaran silek lain di bawah restu guru, artinya dia dianggap resmi
sebagai guru baru dan memiliki wewenang mengajarkan ilmu yang sama dalam
jalur waris yang sah.
Beberapa aliran dan perguruan silek minang yang berasal dari Minangkabau;
1. Silek Tuo; Aliran silat yang dianggap paling tua yang turun dari
daerah Pariangan, Padang Panjang, tapi ada pendapat lain yang mengatakan
bahwa silat ini mulanya dikembangkan oleh Tuanku Nan Tuo, salah seorang
anggota Harimau Nan Salapan atau golongan paderi. Jika pendapat ini
diterima, maka "Silat Tuo" di Minangkabau terinspirasi dari gerakan
binatang seperti harimau, buaya dan kucing.
2. Silat Bungo - salah satu aliran silat Minang yang menekankan gerak
pada aplikasi seni pencak silat, silat ini bukan untuk bertempur,
melainkan untuk peragaaan di acara-acara adat atau acara formal lain.
3. Silat Sitaralak, Sterlak, Starlak - aliran silat keras dan kuat
dari Minangkabau, dikembangkan oleh Ulud Bangindo Chatib (1865) dari
Kamang (dekat Bukittinggi), Kabupaten Agam, berkembang sampai ke wilayah
Sawahlunto. Ada pendapat yang mengatakan bahwa aliran ini dirancang
untuk menghadapi gerakan Silat Tuo. Gerakan Silat Tuo terinspirasi dari
gerakan-gerakan binatang seperti harimau, kucing, dan buaya. Karakter
khas silat jenis ini adalah menyerang disaat lawan akan menyerang. Silat
ini menyebar dan berkembang di Malaysia dan terus ke Amerika.
4. Silat Kumango - salah satu aliran silat di Minangkabau yang
dikembangkan oleh Syeikh Kumango, dari nagari Kumango, Batusangkar, Kab.
Tanah Datar
5. Silat Kota Anau - aliran silat daerah Koto Anau, Solok yang
merupakan daerah pertahanan Minangkabau di masa dahulunya yang
menghubungkan antara Pagaruyung sebagai pusat kerajaan dan Bayang,
Pesisir Selatan .
6. Silat Pauah (Pauah) - aliran silat di Minangkabau yang berasal
dari kampung Pauah, Kota Padang. Silat ini adalah silat termuda dan ada
yang menganggap merupakan sari atau kompilasi (gabungan) dari hampir
semua aliran silat yang ada di Minangkabau, silat ini khusus untuk
berperang, sebab di Pauah, Padang merupakan salah satu basis perjuangan
masyarakat Minangkabau melawan penjajah di masa dahulunya.
7. Silat Harimau - salah satu aliran silat di Minangkabau yang
menekankan pada permainan bawah.yang terinspirasi dari gerakan2 harimau
yang cepat,tepat dan kuat untuk melumpuhkan musuhnya.
8. Silat Buayo (Buaya) - aliran silat di Minangkabau yang
terinspirasi dari gerakan buaya, bermain rendah, aliran ini berkembang
di Pesisir Selatan.
9. Silat Pangian - awalnya berasal dari wilayah Lintau dan sekitarnya
yang dimiliki petinggi kerajaan Minangkabau. Silat ini berkembang di
rantau Minangkabau, Kuantan, Propinsi Riau
10. Silat Duduk - salah satu aliran silat yang menekankan bermain
silat dalam keadaan duduk atau rendah, namun silat duduk bisa juga
memiliki pengertian lain, bahwa di sini murid tidak berlatih silat
secara fisik, namun mengembangkan nalar dan logika.
11. Silat Sabandar - adalah silat yang berasal dari daerah
Pagaruyung, Sumatera Barat, namun dikembangkan di Kampung Sabandar,
Karangtengah, Cianjur.
12. Silat Buah Tarok - salah satu aliran silat di Minangkabau yang
berasal dari Bayang, Pesisir Selatan. Salah satu peguruannya ada di Aur
Duri Padang dengan nama peguruan Salimbado-Buah Tarok, dibawah asuhan
Emral Djamal Datuak Rajo Mudo. Silat Buah Tarok ini dikenal juga dengan
Silek Sitaralak Baruah oleh masyarakat di kawasan Maninjau yang
dahulunya diajarkan oleh Udo Tunang.
13. Silat Pakiah Rabun - berkembang di daerah Alam Surambi Sungai Pagu (lihat Silat Luncua)
14. Silat Gajah Badorong - berkembang di wilayah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjuang.
15. Silat Luncua (Luncur)- yang dikembangkan oleh Pakiah Rabun
berkembang di daerah Alam Surambi Sungai Pagu, Kabupaten Solok.
16. Silat Gaib - suatu aliran silat yang bisa memainkan gerakan silat milik peguruan orang lain darimana saja.
17. Silat Sunua - dari dari Pariaman
18. Silat Ulu Ambek dari dari daerah Pariaman.
19. Silat Tiang Ampek, termasuk silat tuo yang berkembang keluar dari
Batipuah, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar waktu perang Batipuah
melawan Belanda setelah perang paderi. Berkembang dulunya di
Palembayan, simpang Batuhampar, Piladang, Tanjuang Alam- Agam,
Sumarasok, Padang Tarok, Tanjuang Alam-Tanah Datar dan Tabek Patah.
Silat tuo ini waktu pengembangan banyak disurau-surau yang guru-guru
tuanya pengikut tarikat (satariah ??? belum pasti, tetapi di dalam
doa/tawasul, mereka menyebut Syech Burhanudin/Aba Burhan ) Silat ini
bukan silat yang indah gerakannya tetapi silat praktis.
Didaerah-daerah yang tersebut diatas cara-cara pengajarannya berbeda-beda;
• ada yang silat saja yang urutan-urutannya tergantung guru mengajar , dan
• ada yang diajarkan dikalangan terbatas dengan pelajaran selain
silat ,juga agama, adat,pengobatan. silat ini diajarkan sesudah bulan
Ramadhan istrahat sebelum Ramadhan (7 x 40 hari atau 9 bulan 10 hari).
Silat dengan cara ke dua diatas itu sendiri ada 4 tingkatan:
Maapa langkah jo sambuik (menghapal langkah dan sambut).
Manyambuang langkah jo sambuik (menyambung langkah dan sambut)
Bagaluik. (gelut)
Maambiak raso (mengambil rasa, kira-kira sama dengan silat ghaib)
tingkat empat ini babiliak ketek (murid terpilih diajar khusus) dalam
ilmu bathin (gumam bathin). Saat ini perguruan ini sudah jarang
terdengar karena umumnya tumbuh dilingkungan terbatas.
20. Silat Balubuih, Silat yang dikembangkan oleh Syech Balubuih
dinegri Balubuih kabupaten Lima Puluh Kota. Syech Balubuih dan Syech
Kumango pernah sama-sama menimba ilmu agama dan tarikat kepada Syech
Abdurahman di Batu Ampar kabupaten Lima Puluh Kota (dulunya dinamakan
Luhak Lima Puluh Koto).
21. Silat Sungai Patai, Silat yang berkembang di Nagari Sungai Patai Tanah Datar.
22. Silat Lintau, Berasal dari daerah Lintau Buo Kab.Tanah Datar,
Sumatera Barat. Silat ini merupakan silat yang terkenal di Minangkabau,
dengan dasar Lahkah Ompek (Langkah Empat) dan ada juga dengan Langkah
Duo Boleh(Dua Belas). Silat lintau memili guru silat di hampir 9 koto
(daerah) di lintau yang masing-masingnya memiliki gaya tersendiri namun
tetap berdasarkan langkah yang sama.
23. Silek Cupak Mak Danin Capek , Merupakan aliran silek yang di
kreasikan oleh bapak Danin malin Marajo, dari beberapa aliran silek
minang yang beliau kuasai seperti silek langkah tigo, silek tuo, silek
sitaralak,silek kuciang,silek kinari,silek kunci,silek langkah
ampek,silek galombang dan beberapa silek yang lainnya.
24. Silek Sigurindik dari Agam
25. Silek Sicabiak kafan
26. Silek balam
27. Silek Gayuang silacuik jantan
28. Silek Gayuang Silacuik batino
29. Silek Rantau
30. Silek Pangiran dari padang pariaman
31. Silek Paninjauan jantan
32. Silek Paninjauan batino
33. Silek Pasie
34. Silek Usali
35. Silek Alif
36. Silek Lamo
37. Silek Baru
38. Silek Buayo Lalok
39. Silek Ilau dari Sawah Lunto
40. Silek Palimo parang
41. Silek Kunci dari sawah lunto
42. Silek Harimau Minangkabau
43. Silek Harimau Bayang
44. Silek Harimau Pasaman
45. Silek Harimau Cupak
46. Silek Harimau Bulueh
47. Silek Beruang Agam
48. Silek Tilatang Kamang
49. Silek Kuciang
50. Silek Tupai
51. Silek Puti Mandi
52. Silek Induek baruek
53. Silek Induek Ayam
54. Silek Kinari jantan
55. Silek Kinari batino
56. Silek Alang
57. Silek Bayang
58. Silek kisamandi
59. Silek Gulo-gulo tareh
60. Silek Baruah
61. Silek Pangian jantan
62. Silek Pangian batino
63. Silek Agam
64. Silek Taram
65. Silek Maninjau
66. Silek Kamang
67. Silek Langgai
68. Silek Banda sapulueh pasisie
69. Silek Natal/Silek Natar
70. Silek Tapakih
71. Silek Lubuek jantan
72. Silek Langkah ampek
73. Silek Langkah tigo
74. Silek Langkah ciek
75. Silek langkah sambilan
76. Silek Langkah duo baleh
77. Silek Galombang
78. Silek Darah
79. Silek Bungo
80. Silek Sungai Pagu
81. Dll